Kaganga.com,Palembang - Karet tak lagi jadi komoditas primadona di Sumatera Selatan. Meski harganya jauh lebih baik saat ini kisaran Rp21 ribuan dibandingkan 2020 lalu yang hanya Rp3 ribuan, masyarakat tetap beralih ke perkebunan lain yang lebih menjanjikan seperti sawit. Alih fungsi lahan yang terjadi tahun lalu diprediksi mencapai 10-20 persen dari luasan area 1,3 juta hektar.
Kondisi ini, diperparah dengan tidak produktifnya hasil karet di kalangan petani. Ada beberapa faktor yang jadi penyebab, salah satunya faktor alam karena hujan dan hama penyakit. "Juga karena harga yang murah di tingkatan petani, terutama yang bagi hasil. Dan faktor alih fungsi lahan ke sawit yang lebih menjanjikan, karena juga menjadi energi terbarukan sehingga harganya ikut naik," ujar Rudi Arpian, Kabid Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perkebunan Dinas Perkebunan Sumsel, kemarin (26/1/2022)
Menurutnya, pabrik pengolahan karet yang memiliki kapasitas terpasang 1,5 juta ton tak bisa lagi dipenuhi secara penuh oleh Sumsel. Bahkan, hal tersebut telah terjadi sejak beberapa tahun lalu. "Pada 2021 produksi kita sudah 900 ribuan ton per tahun, tahun-tahun sebelumnya masih 1 jutaan ton per tahun, mau tidak mau untuk memenuhi produksi karena sudah punya kontrak tahunan, perusahaan harus impor dari Thailand, Vietnam, Myanmar dan Afrika," bebernya.
Katanya, tak sesuainya kapasitas terpasang dengan hasil produksi ini sudah lama terjadi. Ditambah saat ini produksi yang kian menurun akibat beberapa hal di atas. "Mau tidak mau harus impor, meski harga lebih mahal dan tidak melakukan PHK, daripada kena komplain tak bisa berproduksi," tambahnya.
Lanjutnya, hal itu jadi pilihan pahit bagi pabrik pengolahan crumb rubber."Solusinya pemerintah harus menggerakkan peremajaan masal supaya ada peningkatan produksi. Kalau dibiarkan, lama-lama karet tingfal cerita. Harus dibentuk juga penampungan dana seperti sawit untuk peremajaannya. Sudah banyak organisasi yang menyuarakan ini ke pusay, sebagai upaya gerakan penyelamatan," beberbya.
Apalagi, lanjutnya, Indonesia merupakan negara terluas yang memiliki lahan karet di dunia, tapi prooduksinya kalah dengan Thailand. Akibat beberapa hal itu, sudah dua perusahaan yang menutup usahanya. "Sudah dua perusahaan yang setop produksi, sedang mencari investor baru supaya bisa berproduksi," jelasnya.
Penulis : Reza Mardiansyah
Editor : Inesalk
Tag : Pemerintah Provinsi