25 Feb 2022 14:10

Habib Mahdi : Nasehati Untuk Menggunakan Diksi yang Positif

Habib Mahdi : Nasehati Untuk Menggunakan Diksi yang Positif

Kaganga.com,Palembang - Pernyataan Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas yang menganalogikan suara toa masjid sama seperti gonggongan anjing kini ramai jadi perdebatan masyarakat. Bahasa tersebut dinilai kurang etis diucapkan seorang pejabat negara terlebih menag yang juga seorang muslim.

Menanggapi persoalan tersebut, habib di Palembang sekaligus Sekretaris Jendral Forum Ukhuwah Ulama Umaro Sumsel (FU3SS) Mahdi Shahab mengatakan, jika apa yang disampaikan Menag haruslah kalimat-kalimat yang bijak dan teratur.

“Seorang menteri itu harus bijak, apalagi kalau dia cerdas dan pintas. Bahasa yang dikeluarkan tentu harus yang baik dan diatur, jangan asal ngomong. Apalagi kalau sampai memberikan analogi yang dapat menyakiti hati masyarakat," katanya, Jumat (25/2/2022).

Secara pribadi, Mahdi mengaku bisa memaklumi tujuan Menag yang mengatur bunyi speaker atau pengeras suara di masjid. Namun ia menyesali perkataan dari tokoh penting yang justru terkesan seperti menimbulkan kegaduhan di masyarakat.

Mahdi menyampaikan, sebaiknya Menag Yaqut Cholil Qoumas lebih baik tidak mengutarakan pernyataan apapun, ketimbang berbicara asal dan kasar terutama berbicara dengan bahasa yang kurang mengenakkan didengar.

“Aturan inikan sifatnya surat edaran yang artinya tidak memaksa dan ini juga dibuat baru satu minggu, jadi perlu dilihat respon masyarakat seperti apa. Jangan malah belum apa-apa sudah mengeluarkan diksi-diksi yang melukai hati," bebernya

Mahdi menilai, aturan pengeras suara ini sebenarnya tidak perlu dipaksa dan dipukul rata untuk semua daerah. Sebab kata Mahdi, harus ada penyesuaian terhadap karakter budaya lokal.

Menurut dia, masyarakat yang terbiasa bertetangga dengan masjid malah akan merasa senang mendengar suara adzan dan lantunan ayat suci yang diperbesar lewat pengeras suara.

"Jadi kalau sudah rapi dengan kondisi sebelumnya, buat apa dirubah. Biarkan dengan karakter yang sudah ada, mereka malah senang bisa dibangunkan saat subuh tiba," timpalnya.

Suara adzan yang diperkeras melalui toa sebenarnya menjadi simbol keragaman umat beragama di Indonesia. Apalagi perbedaan agama di Tanah Air sudah hidup berdampingan selama bertahun-tahun dan tidak menimbulkan konflik besar.

“Sama halnya dengan Palembang, hidup dengan keragaman agama malah bisa hidup dengan kondusif dan nyaman. Kita enjoy dan aman, sebab kita sudah biasa hidup dengan banyak perbedaan kan? Lagipula kalau mau dipaksa seragam nanti malah akan berbenturan dan menimbulkan masalah,” ungkapnya

Mahdi berharap dengan pernyataan yang sedang viral di media sosial, tidak menimbulkan gesekan dan ketersinggungan antar masyarakat beragama, mengingat sejauh ini Palembang menjadi daerah zero konflik keagamaan.

"Lebih bagus kalau statement ini jangan sampai masuk di Palembang, karena nanti akan menimbulkan konflik saja," tegasnya

Meski dianggap keterlaluan, pernyataan Yaqut lewat video wawancara yang viral itu, sampai sekarang masih dipelajari kebenarannya oleh para ulama Palembang, apakah kalimat itu benar-benar diucapkan menteri agama.

 “Sekarang kami masih mencari versi lengkapnya, meskipun ke depan sudah ada tapi jangan sampai asal ngomong dan asal bunyi. Apalagi sampai membuat analogi kebablasan, masa suara anjing disamakan dengan suara toa masjid. Inikan keterlaluan," pungkasnya 

Penulis : Ines Alkourni

Tag : Pemerintah Kota Pale Habib Mahdi

Komentar